Mekanisme Sensoris dan Motoris Indra Pendengaran
By: Leimena Simamora
Bagaimana bunyi dapat
kita dengarkan? Bagaimana mekanisme sehingga bagian-bagian dari indra
pendengaan saling berkesinambungan bekerja agar Makhluk hidup dapat mendengar
suara?
Mekanoreseptor merupakan
salah satu dari tipe reseptor sensoris. Mekanoreseptor dapat mengindra
deformasi fisik yang diakibatkan oleh bentuk-bentuk energi mekanis seperti
tekanan, sentuhan, regangan, gerakan, dan suara. Mekanoresepsi dapat terjadi
pada vertebrata maupun invertebrata. Invertebrata memiliki reseptor untuk
menerima rangsang tekanan, suara, dan gerakan.
Variasi mekanoreseptor
akan lebih bervariasi pada vertebrata. Pada vertebrata mekanoreseptor bukan
hanya dapat menerima rangsang sentuhan atau tekanan, melainkan ada yang mempu
memantau panjang otot, bahkan berfungsi sebagai alat pendengaran, sel reseptor
sensoris merupakan sel bersilia.
Telinga merupakan alat
pendengaran yang sangat menakjubkan, sebagai alat pendengaran Telinga dapat
menangkap bunyi dalam bentuk gelombang suara. Jadi apa yang kita dengar adalah
sebuah gelombang yang mempunyai getaran. Yang ditangkap oleh otak kita hanyalah
sebuah getaran kemudian otak kita akan menerjemahkan apa yang ia dapat sehingga
kita dapat mengetahui apa dan darimana suara itu terjadi. Dapat kita bayangkan
betapa cepatnya otak kita menerjemahkan sebuah gelombang sehingga kita dapat
melakukan sebuah aktifitas mendengar setiap saat. Dan kemudian, setelah otak
kita dapat menerjemahkan sebuah gelombang itu maka otak kita akan memberikan
sebuah tanggapan (Efektor).
A. Alat indra pendengaran pada hewan
invertebrata akuatik
Pada crustacea terdapat alat keseimbangan dan alat pengecap,
misalnya pada udang. Alat keseimbangan pada udang terdapat pada kulit bagian
kepala, tepatnya pada pangkal antena ke-2. Berbentuk seperti kantung dan
dibatasi oleh silia. Pada silia terdapat partikel-partikel kapur yang fungsinya
sama dengan fungsi otolit pada alat keseimbangan manusia.
B. Alat indra pendengaran pada hewan
invertebrata terestrial
Mekanoreseptor pada invertebrata, khususnya Artopoda sangat
berkembang dan biasanya berfungsi sebagai alat pendengar. Letak pendengaran
pada Arthropoda beraneka, yaitu pada kaki depan (Tettigoniidae) dan pada ruas
pertama abdomen (Archiidae). Pada beberapa jenis ngengat, terdapat pada
mesothoraks. Fungsi alat pendengar tersebut adalah untuk alat komunikasi dengan
sesama jenis atau mengenal jenis lain, terutama predatornya atau pesaingnya.
Struktur alat pendengaran yang paling sederhana adalah berbentuk rambut yang
halus. Kebanyakan serangga memiliki rambut-rambut tubuh yang bergetar sebagai
respons terhadap gelombang suara. Contohnya adalah pada beberapa jenis ulat
bulu dengan rambut tubuh yang bergetar, yang dapat mendeteksi tawon predator
yang berdengung, sehingga dapat memperingatkan ulat bulu terhadap bahaya
tersebut.
C. Alat indra pendengaran pada hewan
vertebrata akuatik
Pada vertebrata akuatik,
seperti ikan amfibia dan sebagian reptil mempunyai organ indra yang khusus,
seperti pit organ pada ular, gurat sisi pada ikan, dan amfibi tertentu, serta
aparatus weber yang merupakan alat pendengaran pada ikan.
a. Gurat sisi
Sebagian besar ikan dan amfibia akuatik memiliki
sistem gurat sisi (lateral line system) terdapat disepanjang kedua sisi
tubuh. Gurat sisi merupakan saluran di
bawah kulit yang mempunyai saluran keluar tubuhnya. Sistem tersebut mengandung
mekanoreseptor yang mendeteksi gelombang berfrekuensi rendah.
Air dari sekeliling hewan memasuki gurat sisi melalui
banyak pori dan dan mengalir sepanjang saluran melewati mekanoreseptor.
Reseptor terbentuk dari segugus sel-sel rambut yang rambut-rambutnya tertanam
dalam tudung yang bergelatin, kupula. Gerakan air menekukan kupula,
mendepolarisasi sel-sel rambut dan menyebabkan potensial aksi yang di pancarkan
sepanjang akson neuron sensoris ke otak. Dengan cara ini ikan mempersepsi
gerakannya melalui air atau arah dan kecepatan arus air yang mengalir diseluruh
tubuhnya.
b. Aparatus Weber
Ikan juga memiliki reseptor pendengaran yang letaknya
pada jaringan tulang kepalanya atau “telinga dalam”. Jaringan sel tulang kepala
densitasnya hampir sama dengan air sehingga setiap getaran suara yang mengenai
permukaan kepalanya langsung menjalar melalui jaringan ke teliga dalam. Oleh
karena itu ikan tidak memiliki telinga luar atau telinga tengah (Wilson).
Pada ikan dalam seri Autophysi terdapat organ
pendengaran yang berhubungan dengan gelembung renang, organ tersebut deisebut
Aparatus Weber. Mekanismenya adalah jika gurat sisi menerima getaran suara maka
getaran tersebut akan diteruskan ke gelembung renang dan oleh gelembung renang,
gelombang tersebut diteruskan ke telinga dalam.
Telinga tidak membuka ke luar tubuh dan tidak memiliki
gendang telinga atau koklea. Getaran air yang disebabkan oleh gelombang suara
dihantarkan melalui tulang tengkorak ke sepasang telinga bagian dalam,
menggerakan otolit-otolit dan merangsang sel-sel rambut. Gelembung renang ikan
yang terisi oleh udara juga bergetar sebagai respons terhadap suara.
D. Alat indra pendengaran pada hewan
vertebrata terestrial
Vertebrata darat memiliki
telinga bagian dalam yang telah dievolusikan sebagai organ utama dalam
pendengaran dan kesetimbangan. Secara khusus dibahas pendengaran pada
masing-masing kelompok vertebrata, yaitu:
1. Alat pendengaran pada amfibia
Beberapa jenis amfibia memiliki gurat sisi pada saat
masih berbentuk kecebong, namun tidak setelah menjadi dewasa dan hidup di
darat. Amfibia dari golongan anura sudah memiliki alat pendengaran berupa
telinga tengah, kelompok urodella belum. Telinga tengah katak memiliki membran
timpani dan selalu terisi udara. Organ tersebut memiliki cincin timpani disebut
columella yang menghubungkan membran
timpani ke telinga dalam.
2. Alat pendengaran pada reptil
Kebanyakan reptil selain ular, mempunyai telinga tengah
yang berkolumella yang terikat pada tulag kuadrat. Oleh karena itu ular kurang
begitu sensitif terhadap getaran suara di udara, lebih sensitif pada getaran
yang ada di darat.
3. Alat pendengaran pada burung (Aves)
Alat pendengaran pada burung sudah
berkembang lebih baik daripada reptil. oleh karena itu menjadi lebih sensitif.
Merpati misalnya dapat menerima getaran suara 40-14000 CPS.
4. Alat pendengaran pada mamalia
Mamalia umumnya sudah menggunakan
telinga. Telinga terdiri atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah
dan telinga dalam. Telinga luar dan telinga dalam dipisahkan oleh membran
timpani. Telinga tengah dihubungkan dengan telinga dalam oleh tingkap oval dan
tingkap jorong. Dua bagian tersebut di batasi oleh membran.
Anatomi Telinga
A. Gambaran umum struktur telinga
a b
Gambar 1. (a) Struktur telinga secara umum, (b) Bagian-bagian
telinga Manusia
- Telinga luar (outer ear) terdiri dari pina (daun telinga) eksternal dan kanal auditori, yang mengumpulkan gelombang suara dan manyalurkannya ke membran timpani (tympanic membrane, gendang telinga), memisahkan telinga luar dan tengah.
- Telinga tengah (middle ear) tiga tulang kecil maleus (martil), inkus (landasan), dan stapes (sanggurdi) meneruskan getaran ke jendela oval (oval window), yang merupakan membran di bawah stapes. Telinga tengah juga membuka ke saluran Eustachius (Eustachian tube), yang bersambung ke faring dan menyetarakan tekanan antara telinga tengah dan atmosfer.
- Telinga dalam (inner ear) terdiri dari ruang-ruang yang terisi cairan, termasuk kanal semisirkular (semicircular canal), yang berfungsi dalam kesetimbangan, dan koklea atau (cochlea, “siput”) yang menggulung.
B. Koklea
Gambar 2.
Organ Koklea
Koklea memiliki dua kanal
besar yaitu kanal vestibula di sebelah atas dan kanal timpani di sebelah bawah,
keduanya dipisahkan oleh duktus koklea yang lebih kecil. kedua kanal tersebut
mengandung cairan yang disebut perilimfe, sementara duktus koklea terisi cairan
yang disebut endolimfe.
C. Organ Corti
Gambar 3.
Organ Corti
Dasar dari duktus koklea yaitu membran basilar
memiliki organ corti, yang mengandung mekanoreseptor telinga, yaitu sel-sel
rambut dengan rambut menjulur ke dalam duktus koklea. kebanyakan dari rambut
tersebut melekat ke membran tektorial, yang bergantung diatas organ corti
seperti tenda dan terdiri dari zat gelatin yang lentur. Gelombang suara
menggetarkan membran basilar yang mengakibatkan penekukan rambut dan
depolarisasi sel-sel rambut.
Mekanisme Pendengaran
Dalam pendengaran, telinga mengubah energi gelombang menjadi implus saraf
yang dipersepsikan otak sebagai suara. Untuk mendengar manusia merupakan
sel-sel rambut. Akan tetapi sebelum mencapai sel-sel rambut, gelombang getaran
diamplifikasi dan ditransformasi oleh beberapa struktur aksesoris.
Gambar 4. Arus Mekanisme
Pendengaran
Langkah pertama dalam
pendengaran melibatkan struktur-struktur dalam telinga yang mengubah
getaran-getaran udara yang bergerak menjadi gelombang tekanan dalam cairan.
Saat mencapai telinga luar udara yang bergerak menyebabkan membran timpani
bergetar. Ketiga tulang telinga tengah meneruskan getaran itu ke jendela oval,
suatu membran yang yang terletak dipermukaan koklea. Ketika salah satu dari
tulang itu, Sanggurdi, menggetarkan jendela oval, getaran itu menciptakan
gelombang tekanan dalam cairan di dalam koklea.
Saat memasuki kanal vestibular, gelombang tekanan cairan mendorong ke
bawah duktus koklea dan membran basilar. Sebagai respon, membran basilar dan
sel-sel rambut yeng melekat bergetar naik dan turun. Rambut-rambut yang
menjulur dari sel-sel rambut yang bergerak tersebut dibengkokan oleh membran
tektoral yang berada tepat diatas sel. Mekanoreseptor di dalam sel-sel rambut
merespons penekukan tersebut dengan membuka atau menutup saluran-saluran ion di
dalam membran plasma. penekukan ke satu arah mendepolarisasi sel-sel rambut,
sehingga meningkatkan pelepasan neurotransmiter sel-sel rambut, sehingga
meningkatkan pelepasan neurotransmiter dan frekuensi potensial aksi yang diarahkan
ke otak di sepanjang saraf auditori. Penekukan rambut ke arah yang lain
menghiperpolarisasi sel-sel rambut, mengurangi pelepasan neurotransmiter dan
frekuensi sensasi saraf auditori menuju otak. Otak akan memberikan tanggapan,
sehingga kita dapat mendengar suara.
Gambar 5.
Penerimaan sensoris oleh sel-sel rambut
Daftar Acuan
1. Campbell,
N.A., J.B. Reece, L.G. Mitchell. 2012. Biologi.
Edisi 8 Jilid 3. Terj.
Erlangga, Jakarta
2. Danie. S. Wibowo Dr., 1997. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis,
Jakarta, Gramedia
3. Ganong W. F. Fisiologi Kedokteran, Jakarta, 1995, EGC
4. Isnaeni, W., 2006. Fisiologi Hewan, Kanisius (Anggota
IKAPI), Yogyakarta
5. Rumanta, M., 2007. Fisiologi Tumbuhan. Universitas Terbuka,
Jakarta
Komentar
Posting Komentar